Laman

Saturday, January 28, 2017

Makanan Rumah tapi Silent Killer ?


Sepertinya sudah lama sekali yah saya enggak corat-coret di blog ini, rasanya kangen sekali .

Mau cerita masih belum ketemu bahan yang asyik, mau curhat juga takut males yang baca, jadi yah dianggurin aja blognya, untung enggak lumutan.

Tapi hari ini ada yang spesial, karena saya beberapa waktu lalu baru saja ikut Simposium dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional yang tepat di tanggal 25 Januari bersama minyak goreng Sunco.


Para Narasumber acara Simposium Hari Gizi Nasional bersama Sunco


Topiknya cukup menarik sih kalau buat saya pribadi, yaitu :

Masakan Rumah, The Silent Killer?

Dari judulny saja sudah terdengar ngeri dan bikin penasaran kan? saya juga, karena bagaimanapun juga saya adalah salah satu Ibu yang lumayan hobi masak dan Alhamdulillah anak-anak kebanyakan sih cocok dengan masakan yang saya buat, jadi makin semangat kan...
Tapi pas datang ke acara Simposium yang juga di hadiri oleh beberapa pakar di bidang kesehatan yang sangat kompeten, yaitu Dr. Entos Zainal, DCN, SP, MPNM yang merupakan Sekjen Persagi, ibu Theresia Irawati, SKM, M. Kes yang merupakan Kasi Kemitraan Subdit advokasi dan kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI dan Dr. Tirta Prawita Sari, sedikit banyak juga membuat saya menjadi sadar ternyata apa yang dikonsumsi keluarga saya, hasil olahan tangan saya sendiri juga perlu di waspadai.


Dr.Entos Zainal


Seringkali kita merasa yakin kalau sudah masak sendiri, mengolah sendiri, maka makanan yang kita berikan ke keluarga sudah pasti sehat, ternyata tidak selalu seperti itu, 

Masak sendiri sih.. tapi apa gula, garam dan minyaknya tidak berlebihan?
Masak sendiri sih.. tapi apa kualitas bahan yang dipakai sudah bagus?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang kadang terlewatkan oleh kita, 

Dr.Entos, narasumber pembuka di acara Simposium kali ini mengingatkan kalau apa yang kita konsumsi hendaknya memiliki nilai gizi tang dapat memenuhi kebutuhan tubuh kita, karena ketimpangan nilai gizi akan berdampak pada :

  • Gagal tumbuh, berat lahir rendah, kecil, pendek, dan kurus.
  • Hambatan perkembangan kognitif terjadi, misalnya nilai sekolah dan keberhasilan pendidikan terganggu.
  • Menurunkan produktivitas pada usia dewasa
  • Gangguan metabolik (lemak, karbohidrat, protein) merupakan resiko utama penyakit tidak menular (PTM) pada usia dewasa. PTM sendiri berupa diabetes type II, stroke, penyakit jantung, kanker dan lain-lain.
Naah.. dari situ kita harusnya lebih memperhatikan nilai nutrisi dari makanan yang dikonsumsi.

Narasumber selanjutnya Ibu Theresia juga menyinggung tentang polaa hidup dan pola makan kita yang salah, mulai dari dimanjakannya kita dengan segala fasilitas yang ada,

"Ngapain jalan kalau ojek online murah, sering promo pula"
" Whaat.. naik tangga? itu buat evakuasi kalee.. mending pakai lifft"

Sering kan kita mendengar yang seperti itu, kemudahan membuat kita semakin mager (males gerak), sudah gerak ogah.. makannya maunya yang enak-enak terus dengan kadar gula, garam dan minyak tinggi, padahal batas konsumsi ketiganya itu hanya gula 50 gr/hari, garam 15 gr/hari, dan minyak 67 gr/hari, kira-kira 4 SM gula, 4 ST garam dan 5 SM minyak, namun apa yang kita konsumsi sepertinya jauh dari angka-angka itu, akibatnya kelebihan dari zat-zat tersebut menumpuk dan menjadi penyakit ditubuh kita.

Narasumber dari ranah kesehatan selanjutnya adalah dr.Tirta yang memberikan warning kepada peserta simposium yang hadir tentang pentingnya menjaga keseimbangan asupan gizi yang asuk ketubuh kita, beliau menjelaskan kalau " dunia sudah menggemuk", ya ealaah.. makanan masuk terus gerak kurang, itulah yang menyababkan pola hidup kita menjadi buruk.

Intinya di acara Simposium yang di pandu oleh moderator Bapak Zulkifli ini para ahli kesehatan menegaskan tentang pentingnya gaya hidup sehat dan membatasi konsumsi bahan makanan yang berkadar lemak atau gula tinggi.

Meskipun sebenarnya lemak juga dibutuhkan sebagai transporter ( penyalur) zat gizi kedalam tubuh, jadi beberapa jenis lemak tetap kita perlukan, seperti penggunaan minyak goreng dalam masakan, jadi bukan berarti untuk hidup sehat lalu serta merta kita tidak boleh mengkonsumsi makanan yang di goreng, tapi memilih minyak goreng yang baik tentunya akan sangat berpengaruh pada kondisi kesehatan kita.

Sebagai orang Indonesia, kita enggak bisa memungkiri kalau makan makanan yang di goreng itu sudah jadi selera hampir semua orang, tapi minyak goreng seperti apa yang aman dan bisa konsumsi tanpa menjadi racun ditubuh kita, tapi tetap yah.. dengan ukuran yang wajar.


  Mbak Mulina dari Sunco memberikan beberapa tips dalam memilih minyak goreng yang baik, yaitu :
  • Yang berwarna bening dan tidak keruh
  • Lebih encer
  • Yang sedikit nempel dimakanan yang di goreng, jadi saat kita cek hasil gorengannya tidak terlalu berminyak.
  • Tidak mudah berubah warna karena proses oksidasi, minyak goreng dengan mutu rendah akan langsung berubah meski hanya satu kali dipakai untuk menggoreng.
  • Pilih minyak goreng yang tidak mengandung lemak trans ( lemak jenuh)
  • Bila perlu lakukan tes Organoleptic, dengan cara meminum langsung minyak goreng tersebut, minyak dengan mutu bagus akan berasa seperti air dan tidak berekas di tenggorokan.

Sunco #MinyakGorengBaik

O iya.. acara Simposium ini juga di hadiri oleh sang Ambassador Sunco lho.. si ganteng Christian Sugiono, yang ternyata juga menerapkan pola hidup sehat di dalam keluarganya, itulah mengapa dia cocok sekali menjadi ikon Sunco yang merupakan minyak goreng dengan  kualitas terbaik, dia juga melakukan tes Organoleptic juga di depan para peserta, ini membuktikan kalau Sunco memang minyak goreng dengan mutu yang bagus.

Selain pemaparan dari para ahli kesehatan dan penjabaran dari pihak Sunco tentang pentingnya pola hidup dan pola makan yang sehat, acara Simposium ini juga diisi dengan demo masak sehat ala Sunco yang menampikan Chef yang menyajikan makanan yang meskipun diolah dengan cara di goreng tapi tetap sehat, karena memakai Sunco #MinyakGorengBaik.


Acara Demo masak

Christian Sugiono ditantang melakukan tes Organoleptic


Jadi saya semakin tahu ternyata meski masak sendiri dirumah ada beberapa hal yang perlu kita perhatika agara makanan yang kita sajikan tidak menjadi silent killer buat keluarga kita, memperhatikan kadar gula dan garam saat memasak, memilih minyak goreng yang #dikitnempel dimakanan dan juga kesegaran bahan dan kualitasnya akan saya perhatikan betul nantinya.













 

11 comments:

  1. Wah banyak tulisan tentang makanan rumah sillet killer, aku jadi makin harus perhatikan nih menu makanan dirmah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih.. ternyata meski masak sendiri bukan berarti selalu sehat .

      Delete
  2. Ayo kita pindah minyak goreng ke sunco.

    ReplyDelete
  3. Iya nih kadang asiknya makan tidak terkontrol sudah berapa banyak garam, gula dan minyak yang masuk ke tubuh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia.. bisa-bisa jadi bom waktu dalam tubuh lho

      Delete
  4. aku jg pake sunco sih di rumah.. walopuuuun, kdg2 ganti merk yg lain kalo liat sedang promo :D.. tp seringnya ya sunco ini... hrgnya cendrung msh oke di kantong :)

    ReplyDelete
  5. aku baru tahu, tes organoleptic itu adalah mengecap makanan atau minuman atau apapun ke dalam lidah ya, betul begitu?

    ReplyDelete
  6. Terima kasih Mbak, saya jadi tahu batasan2 gula, garam, dan minyak goreng yg maksimal dikonsumsi perhari.

    ReplyDelete